Menyadari Ancaman Gempabumi di Indonesia

22.51

Rentetan kejadian gempa bumi datang silih berganti menggoyang ratusan wilayah di nusantara. Namun nampaknya catatan kejadian tersebut belum menjadi pelajaran berharga bagi segenap masyarakat. Ketika bencana alam gempa bumi melanda, masih ada saja kepanikan yang tak penting yang justru akan berakibat fatal. Bukti nyata bahwa mitigasi dan pengurangan risiko bencana belum menjadi pemikiran serius bagi masyarakat.
Padahal kesigapan sebelum bencana gempa bumi terbukti mampu meminimalkan jumlah kerugian harta benda hingga nyawa. Tengok saja bagaimana Jepang, negara dengan intensitas gempa yang amat rutin mampu menyiapkan masyarakatnya sedini mungkin dalam menghadapi gempa bumi. Pelajaran kesiapan bencana sudah menjadi kurikulum wajib di tiap bangku sekolah.
Tak dapat dipungkiri, tiga lempengan besar yang berada di bawah lapisan permukaan Nusantara menjadi momok menakutkan. Tiga lempeng yang terus bergerak aktif, saling bertubrukan dan menunjam satu sama lain membawa ancaman nyata bencana alam gempa bumi. Pergerakan lempeng memang pada dasarnya tak bisa diprediksi.  Terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan awal. Namun setidaknya, menyadari ancaman bencana gempa bumi merupakan tindakan penting yang sudah harus ditanamkan semenjak dini.
Lantas, pertanyaannya mengapa Indonesia belum mampu menyontoh sikap seperti demikian? Kesadaran akan ancaman bencana alam terutama gempa bumi harus menjadi prioritas demi menyelamatkan peradaban bangsa yang dibangun hingga kini. Nyawa manusia bukanlah hitungan angka statistik yang biasa tersaji di media usai bencana melanda. Kehilangan nyawa tak bisa dibiarkan begitu saja dengan membiarkan mitigasi bencana tak berjalan sesuai prosedur yang benar. Urgensi kesadaran akan ancaman bencana alam terutama gempa bumi tak bisa lagi diabaikan.
Melalui tiga pilar peradaban yang dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT): Hummanity, Volunteerism, dan Philantropy kesigapan akan ancaman bencana setidaknya sudah menjadi agenda utama. Nilai kemanusiaan, kerelawanan, dan kedermawanan yang menjadi tonggak gerakan ACT diharapkan mampu mengawal kesigapan masyarakat dalam menghadapi bencana alam.
Beradasarkan pada teori yang tersaji dalam sekian banyak literatur yang membincangkan bencana alam khususnya gempa bumi, alur pencegahan dan pengurangan risikonya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Prevention/mitigation
Tindakan awal dengan memberikan pendidikan dasar tentang pencegahan seputar pengetahuan bencana alam gempa bumi kepada lingkungan masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana
2.    Preparedness
Tindakan kedua beringsut seputar menyiapkan masyarakat agar siap dan tanggap dalam menghadapi ancaman bencana alam gempa bumi.
3.    Response
Tindakan ketiga, pasca bencana terjadi. Memberikan respons terbaik yang merata bebannya pada seluruh pemangku kepentingan. Melakukan koordinasi yang paling efektif
4.    Rehabilitation/reconstruction
Tindakan terakhir yang dapat dilakukan dengan mengembalikan kembali keadaan wilayah terdampak bencana alam gempa bumi seperti sebelum terjadinya bencana.
Sumber
Previous
Next Post »
0 Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Submenu Section

Slider Section