Siapa yang Bertanggung Jawab atas Krisis Rohingya?

21.44
rohingya-myanmar
Gelombang pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine telah meluas menjadi isu internasional. Krisis pengungsian yang dialami orang Rohingya sewaktu beberapa dekade belum menemui titik terangnya hingga detik ini. Kewarganegaraan mereka tetap enggan utk diakui oleh pemerintah Myanmar. Akibatnya, mereka pun memilih jalan berisiko tinggi utk mengarungi laut, mencapai negeri-negeri baru dengan harapan bantuan kemanusiaan dan suaka untuk meraih pekerjaan lebih layak. 
Namun, apa yang di inginkan para pengungsi Rohingya nyatanya jauh dari kata layak. Harapan kehidupan yang lebih baik di ujung samudera harus mereka hadapi dengan lebih lalu mengarungi laut dgn kelaparan dan kematian. Bahkan tiba di Malaysia dan Thailand nasib mereka pula tetap tak jelas, terkatung tanpa angan-angan hidup yang tambah baik. 
Seluruh dunia pula seterusnya menuduh bersama trick terang-terangan bahwa Myanmar yakni biang kerok dari seluruh masalah krisis kemanusiaan ini. Semua pihak mengatakan bahwa Myanmar memegang peranan kunci buat menuntaskan kasus ini seandainya Myanmar mau untuk mengakui kewarganegaraan Rohingya. 
Namun, di tengah perundingan krisis imigran antar negara ASEAN yang diselenggarakan di Bangkok sekian tidak sedikit kala dahulu, Myanmar secara tegas menolak utk disalahkan antas krisis Rohingya. Apa sebabnya? 
Pemimpin Delegasi Myanmar yang hadir dalam perundingan, Htin Lynn yang juga menjabat yang merupakan Dirjen Kementerian Luar Negeri Myanmar seperti dikutip dari portal AFP mengatakan bahwa kawasan Asia Tenggara selagi ini memang lah menjadi kawasan terbesar dalam krisis imigrasi gelap perdagangan manusia. Lynn membela bahwa Myanmar bukan satu-satunya negara yang menjadi akar masalah terkait perdagangan manusia. 
Jikalau di lihat makin jauh, memang lah lah dalam rumitnya dahulu lintas gelap perdagangan manusia di Asia Tenggara, migrasi Rohingya yakni yang paling agung dan terjadi berkepanjangan tatkala sekian tidak sedikit dekade terakhir. Akar masalahnya jelas adalah terkatung-katungnya nasib Rohingya, baik di Rakhine Myanmar maupun di negara tujuan mereka, Malaysia dan Thailand. 
Lynn bahkan menyalahkan negara tetangganya Malaysia dan Thailand yang tidak akan menampung pengungsi Rohingya. 
Bagaikan “bola pingpong” yang tak berharga, nasib ribuan orang Rohingnya selama sekian tidak sedikit dekade terakhir memang lah lah selalu mendapat penolakan dari dari negara-negara Asia Tenggara. Pola pikir sebagian populasi di ASEAN konsisten menganggap bahwa Rohingya yakni kaum migran ilegal terbuang yang tak memiliki pendidikan sama sekali, pekerjaan kasar bisa saja saja ialah tipe pekerjaan paling cocok bagi orang Rohingya. 
Jelas terlihat, bahwa krisis kemanusiaan Rohingya memang menjadi tanggung jawab dgn seluruhnya negara-negara ASEAN. Kunci penting konsisten ada di Myanmar buat memutus aliran imigran gelap yang berikhtiar melarikan diri dari Rakhine ke wilayah Indonesia, Thailand, Malaysia bahkan Australia dengan cara memberikan kewarganegaraan yang pantas bagi para orang Rohingya.
Namun kesadaran penuh dan tanggung jawab kemanusiaan pula menjadi tanggung jawab dengan seluruhnya populasi di ASEAN. Kesadaran dapat hak asasi manusia serta tanggung jawab utk bersama memanusiakan orang-orang Rohingya dgn pekerjaan yang patut supaya mereka memiliki masa depan yang lebih mandiri.(CAL)
Previous
Next Post »
0 Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Submenu Section

Slider Section