Mungkinkah Pemerintah Memberikan Rohingya Suaka?

19.54
Suaka-ke-rohingya
Masalah krisis kemanusiaan yang melanda Rohingya saat ini bukan lagimenjadi urusan interal Myanmar semata. Terdamparnya Rohingya di Acehbeberapa bulan lalu setidaknya telah menjadi pemantik baru kesadaran dunia bahwa Rohingya merupakan masalah yang pelik. Tak hanya menjadi tanggung jawab regional ASEAN, namun pula telah menjadi pemikiran bersama Instansiinternasional. Ada masalah diskriminasi, penindasan, hingga pelanggaran Hak Asasi Manusia ekstrem yang telah terjadi di Rakhine, tanah area Rohingya lahirdan menetap sejak beberapa generasi.
Sejak Mei lalu, seribu tujuh ratus lebih etnis Rohingnya diselamatkan oleh penangkap ikan Aceh di dekat perairan Kuala Langsa, Aceh. Pasca kejadian fenomenal itu, pemerintah Malaysia dan Indonesiaserta sepakat memberikan penampungan sementara sewaktu lebih kurang satu tahun bagi ribuan imigran Rohingya.
Tapi sekarang inisepertinya penampungan sementara tersebut hanya menjadikebijakan awal yang tak jelas kemana akan berakhirnya. Pasalnya Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sosial jugabelum mengatahui pasti akandipindah kemana kasus Rohingya ini pasca satu tahun ke depan.
Padahal masyarakat Indonesia, khususnya warga Aceh sepertinya telahmenyamakan opini dan menggalang dukungan untuk menyambungperjuangan membantu seribu lebih etnis Rohingya yangberada di Aceh denganmemberikannya status yg yakni Penduduk Negara Indonesia.
Dalam urusan status penduduk negararatusan ribu etnis Rohingya yangterombang ambing di lautan selagi berbulan-bulan setelah melarikan diri dari Rakhine bakal digolongkan yang merupakanPengungsi. UNHCR atau Dinaspengungsian di bawah bendera PBB menuturkan pengungsi yg yakni sesorangyang karena oleh ketakukan yang beralasan bakal penganiayaan, yangdisebabkan oleh beda ras, agama, kebangsaan, keaggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan parta politik tertentu, berada di luar Negarakebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara tersebut.
Diwaktu satu orang pengungsi meinggalkan negara asalnya seperti kasus Rohingya, mereka meninggalkan sebagian gede hidup, rumah, kepemilikandan keluarganya. Rohingya jelas tak mendapatiperlindungan dan hak-hak kemanusiaan dari negara asalnya, Myanmar. Dikarenakan itu mereka terpaksa meninggalkan negaranya. Akhirnya perlindungan dan bantuan terhadapmereka menjaditanggung jawab komunitas internasional.
Pertanyaannya selanjutnya, apakah pemerintah Indonesia dapat memberikan status perlindungan penuh kepada ribuan etnis Rohingya di Aceh?
Masalah menjadi makin rumit saat nyatanya, Indonesia dalam urusan pengungsi global belum menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, Protokol 1967, dan konvensi lain yang terkait, merupakanKonvensi tentang Status Orang tanpa Kewarganegaraan (Statelessness) 1954 dan Konvensi 1961tentang Pengurangan Keadaan tak dgn Kewarganegaraan (The Reduction of Statelessness).
Karena beraneka ragam macam pertimbangan, terutama akibat poin-poin hukum yang terus belum jelas dan multitafsir, akihirnya Indonesia tak pernahmemendatangani konvensi tersebut. Sepertiyang didapati, Konvensi Pengungsi PBB ialah instrumen hukum yang diakui bersama trik internasionaluntuk melindungi para Pengungsi. Hingga hari ini, di Kawasan ASEAN hanyaada Filipina (1981) danKamboja (1992) yang pernah meratifikasi Konvensi tersebut.
Layak ditunggu dan dikawal, mampu diboyong kemana-kah status ribuan pengungsi yang saat ini telah dirawat dan ditampung dengan amat sangatbaik di beberapa lokasi di Aceh? Mereka ditempatkandi sebelah Integrated Community Shelter atau penampungan permanen yang dibuatkan warga Acehdan serta Dinas Kemanusiaan Aksi Serentak Tanggap.
Semoga ada informasi paling baik yang dihasilkan untuk kesempatan dannasib sekian banyak orang Rohingya di seluruhnya Kawasan ASEAN. (ijl)
Previous
Next Post »
0 Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Submenu Section

Slider Section